Kasih SetiaNya Tak Berkesudahan

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! Ratapan 3:22-23)

Suatu siang beberapa ibu-ibu tengah berkumpul. Tampak seorang dari mereka sedang bercerita.Duh, anak saya tuh ya bu. Ga bisa dibilang. Dari ngomong baik-baik sampai saya marahin, tetep ga mau denger.Seorang teman mencoba menghibur ibu itu, “Ya kita-nya yang harus banyak sabar bu. Namanya juga anak-anak.” Ibu tersebut langsung menyahuti, “Mau sabar kayak apa bu? Dia gak pernah dengerin saya. Coba kalau ibu di posisi saya?! Saya sedih banget bu.” Sang ibu mulai terisak.

Perasaan yang sama juga dirasakan oleh nabi Yeremia. Yeremia hidup dalam situasi yang berat (3:1-19). Sudah lama ia memberitakan kebenaran Allah, tetapi tidak ada respon positif. Bangsa Yehuda bahkan menentang dan menganiaya Yeremia. Pada akhirnya TUHAN menghukum mereka. Mereka mengalami kelaparan hebat. Tidak berhenti sampai di situ. Yehuda juga kehilangan bait Allah yang mereka banggakan (1:1, 4-6; 2:5). Semuanya hilang. Duka yang dalam menyelimuti Yehuda, juga Yeremia. Dalam ayat 20, Yeremia dengan terus terang menyatakan,Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan di dalam diriku. Hatinya hancur. Kejadian pahit itu teringat terus dan membuat dia begitu putus asa.

Namun dalam kepedihannya, Yeremia ingat, ada satu hal yang harus segera ia lakukan, yaitu merubah cara pandang. Ayat 21 menjadi titik perubahan cara pandang Yeremia terhadap kondisi yang ada. Kata “kuperhatikan” dalam bahasa aslinya berarti “kukembalikan.” Dikembalikannya pada lēb, yang berarti “hati.” Sehingga kita dapat menerjemahkan ayat 21a, “hal ini yang aku kembalikan dalam hati.” Ini menjadi pengharapan Yeremia. Hal apa yang akan diisi kembali dalam hatinya?

Bahwa kasih setia TUHAN tidak berkesudahan. Dalam duka itu, Tuhan bisa saja menghabisi Yehuda. Tapi TUHAN memilih untuk membiarkan Yehuda tetap hidup. Allah tetap berinisiatif untuk setia membimbing Yehuda. Kesetiaan-Nya menjadi sauh yang kuat untuk mempercayakan hidup kita – pait atau manis – pada-Nya.  Dia tetap Allah yang sama.  Allah yang setia, yang tidak akan membiarkan kita sampai tergeletak. Allah yang terus setia membimbing kita.  Karena TUHAN adalah bagian kita (ay. 24), karena itulah kita akan terus berharap pada-Nya.

Sudut pandang Yeremia itulah yang harusnya menjadi sudut pandang kita hari ini.  Pergumulan dalam keluarga menjadi satu hal yang seringkali menggoreskan luka yang dalam. Bahkan menjadi kepahitan yang terus terbawa karena tersimpan dalam hati.  Karena itu, dalam momen bulan keluarga ini, mari mengubah arah hati kita. Bukan lagi memikirkan dan mengingat kepahitan itu.  Apapun pergumulan kita hari ini, mari mengarahkan hati ini pada sang empunya kehidupan. Dalam kepahitan, percayalah ada rasa manis yang akan menyertainya. Asal kita punya hati yang terus diarahkan dan difokuskan pada kesetiaan-Nya.Mari, terus mencari Dia dan berharap pada-Nya, sebab kasih setia-Nya tidak berkesudahan dalam kehidupan kita, dalam kehidupan keluarga kita. -Jessica Oematan

GREAT IS THY FAITHFULNESS